Harapan tuk menjadi bintang iklan pun muncul. Next destination adalah Lembang, pengen makan sate kelinci soalnya. Eh tau-taunya nyangkut di Parijs van Java, akhirnya bekelana lah kita di PvJ dan membeli kaos khas di Bandung (Tokonya cuma ada di PvJ soalnya) yang gambarnya lucu-lucu. Plesetan dari merk-merk terkenal.
Kaki masih ingin menjelajah lebih jauh, tetapi perut sudah mulai mengeluh minta jatah. Sedangkan anak rantau pengennya mencoba masakan khas daerah sunda tapi yang murah. Akhirnya Rumah Makan Ampera lah tujuannya. Dengan naik mobil kijang dengan seorang supirnya yang selalu stand by, kami meluncur ke arah Kebon Kelapa. Sesampainya di dekat Kebon Kelapa ku bilang pada supirnya "Kiri Payun" yang artinya "Kiri Depan" tetapi tenyata teman-teman mengira aku kenal dengan si supir, di kiranya ketika aku bilang "Payun" aku memanggil nama "Pak Yun".
Makan khas sunda di tambah lalapan dan sambel terasi membuat perut yang sedari tadi mengeluh kini diam. Waktu solat ashar sudah tiba, Masjid Agung Bandung tujuan kami selanjutnya. Dengan berjalan kaki dari Kebon Kalapa ke Alun-alun kami menikmati keramaian kota, mengamati sibuknya pedagang kali lima, tukang ramal, tukang majalah bekas dan para pembeli. Kami lihat ada sebuah toko alat musik, kami masuk dan melihat-lihat gitar. Wow, lumayan murah harganya, dari Rp. 150rb sampai Jutaan ada. Keinginan tuk menjadi musisi muncul, gitar seharga Rp. 490 ribu yang di tawar menjadi seharga Rp. 350 ribu pun kini berpindah tangan dari penjual ke pembeli. Setelah solat di Masjid Agung kami istirahat sejenak disana sampai ketiduran.
Kaki masih ingin menjelajah lebih jauh, tetapi perut sudah mulai mengeluh minta jatah. Sedangkan anak rantau pengennya mencoba masakan khas daerah sunda tapi yang murah. Akhirnya Rumah Makan Ampera lah tujuannya. Dengan naik mobil kijang dengan seorang supirnya yang selalu stand by, kami meluncur ke arah Kebon Kelapa. Sesampainya di dekat Kebon Kelapa ku bilang pada supirnya "Kiri Payun" yang artinya "Kiri Depan" tetapi tenyata teman-teman mengira aku kenal dengan si supir, di kiranya ketika aku bilang "Payun" aku memanggil nama "Pak Yun".
Makan khas sunda di tambah lalapan dan sambel terasi membuat perut yang sedari tadi mengeluh kini diam. Waktu solat ashar sudah tiba, Masjid Agung Bandung tujuan kami selanjutnya. Dengan berjalan kaki dari Kebon Kalapa ke Alun-alun kami menikmati keramaian kota, mengamati sibuknya pedagang kali lima, tukang ramal, tukang majalah bekas dan para pembeli. Kami lihat ada sebuah toko alat musik, kami masuk dan melihat-lihat gitar. Wow, lumayan murah harganya, dari Rp. 150rb sampai Jutaan ada. Keinginan tuk menjadi musisi muncul, gitar seharga Rp. 490 ribu yang di tawar menjadi seharga Rp. 350 ribu pun kini berpindah tangan dari penjual ke pembeli. Setelah solat di Masjid Agung kami istirahat sejenak disana sampai ketiduran.
Malamnya kami kembali ke Ciwalk, sekalian ngambil raket ku yang baru selesai di pasang senar. Kami pun menikmati suasana Ciwalk yang ramai dengan mojang-mojang Bandung yang berlalu lalang di sana. Kami duduk-duduk sambil memesan masing-masing segelas kopi di Soho Music Cafe karena suasananya yang full music dan TV LCD yang ada di sana menayangkan acara musik, tiba-tiba Adit manggil pelayan dan bilang sama mbak-mbak pelayannya "Mbak Channelnya bisa di pindah ke acara bola?"